Wednesday, November 23, 2022

Kisah Pengasuhan Anak Disleksia dalam Buku Tutur Rasa

 

Halo, Teman Nie. Bulan lalu, pamflet mengenai pembukaan pra pesan buku antologi Tutur Rasa berseliweran di beranda media sosial saya. Jujur, buku ini sangat menarik buat saya karena membahas tentang pengasuhan anak disleksia. Namun, pamflet itu terlewat begitu saja karena saya tidak mempunyai budget khusus untuk membeli buku saat itu. Sedih, sih.

Qadarullah, Joeragan Artikel memberi saya kesempatan membaca buku tersebut dengan washilah yang tidak saya sangka sebelumnya. Senang banget! Saat buku itu mendarat di kediaman saya, tak sabar ingin mengetahui bagaimana kisah pengasuhan anak disleksia sebenarnya. Sayangnya, tugas lain masih menanti. Barulah setelah beberapa hari kemudian saya bisa membaca dan mereviu di sini.


TuturRasa, kisah pengasuhan anak disleksia




Mengenal dan Memahami Pengasuhan Anak Disleksia dalam Buku Tutur Rasa

Disleksia menurut KBBI adalah gangguan pada penglihatan dan pendengaran akibat kelainan saraf pada otak yang membuat seseorang kesulitan membaca. Kalau berdasarkan film India besutan Aamir Khan yang pernah saya lihat, Taare Zaamen Par, penderita disleksia melihat huruf-huruf itu seperti terbalik-balik dan bergerak. Oleh karena itu, gejala umum disleksia yang saya ketahui selama ini ialah kesulitan membaca.

Setelah membaca beberapa cerita dalam buku Tutur Rasa ini, ada beberapa hal yang saya pikir buku ini sangat direkomendasikan bagi orang tua yang sedang mencari informasi mengenai disleksia. Mengapa demikian? Berikut ulasannya.

  1. Untaian Kisah Pengasuhan Anak Disleksia dengan Alur Mengasyikkan

Para penulis antologi Tutur Rasa merupakan anggota dari komunitas @OrangtuaBerbagi.ID yang memiliki anak disleksia. Mereka berasal dari beragam profesi sehingga sudut pandang kisah dalam buku ini lebih kaya.

Meskipun tidak semua berprofesi sebagai penulis, cerita dalam buku ini mengalir, mudah dimengerti, dan tidak membosankan karena mereka mengalami langsung. Apabila ada pepatah yang mengatakan, "apa yang dikeluarkan dari hati akan sampai ke hati", hal ini berlaku pada buku ini. Sudah tepat kiranya, bila buku ini berjudul Tutur Rasa.

  1. Belajar Seluk-beluk Disleksia melalui Kisah

Sebuah fakta yang saya pelajari dari buku ini ialah tipe-tipe dan gejala disleksia ternyata beragam. Ini merupakan pengetahuan baru bagi saya yang saat ini sedang mengasuh anak usia sekolah dan pra sekolah.

Contohnya, salah satu penulis menceritakan anaknya yang memiliki kemampuan bicara tidak sesuai dengan perkembangan usianya. Pengucapannya suka terbalik-balik. Setelah berkonsultasi di klinik tumbuh kembang, ternyata sang anak mengidap gangguan bicara ekspresif yang berujung disleksia apabila tidak segera tertangani.

Gejala-gejala disleksia pada anak sering kali tersamarkan sehingga orang tua terkadang lambat memahaminya. Melalui buku ini, para penulis menjelaskan awal mula sang anak terdiagnosis disleksia. Oleh karena itu, menurut saya buku ini memberikan edukasi untuk pembacanya.

  1. Terdapat Unsur Parenting

Tidaklah mudah bagi para penulis menerima kondisi saat mengetahui anak terkena disleksia. Banyak hal dalam rumah tangga yang harus mereka tata ulang. Bagaimana menangani anak yang tiba-tiba mogok sekolah karena kesulitan belajar. Bagaimana membuat keputusan terbaik, tidak hanya untuk anak penderita disleksia, tetapi keseluruhan anggota keluarga karena pasti berimbas satu dengan yang lainnya.

Dalam buku ini, masing-masing penulis menceritakan anti klimaksnya dalam menghadapi kasus per kasus. Tip-tip parenting bertaburan dalam buku ini sehingga pembaca akan tercerahkan.

Oh, seharusnya aku melakukan ini untuk pengembangan kepercayaan diri anakku.

Oh, mungkin aku sebaiknya memberi kegiatan seperti ini untuk anakku.

  1. Renungan untuk Memperbaiki Komunikasi

Satu benang merah yang terdapat pada setiap kisah ialah para penulis bekerja sama dengan banyak pihak untuk kebaikan pendidikan anak. Salah satu penulis harus berdiskusi dengan pasangannya tatkala memutuskan untuk melakukan terapi di kota yang berjarak puluhan kilometer dari tempat tinggalnya. Hal ini tentu tidak mudah karena menyangkut perubahan situasi rumah tangga. Namun, semuanya bisa teratasi karena terbangun komunikasi yang baik dengan pasangan.

Salah satu penulis harus berkomunikasi dengan guru tatkala memberikan ujian tertulis kepada anak. Bagi guru yang tidak memahami kondisi mungkin akan cenderung menilai anak yang terkena disleksia ini bodoh karena tidak dapat menulis jawaban dengan baik. Namun setelah berkomunikasi dengan orang tua, guru akhirnya mengerti dan memberi solusi terbaik bagi kedua belah pihak.

 

Demikian Teman Nie, empat catatan yang menurut saya ada dalam buku Tutur Rasa, kisah mengenai pengasuhan anak disleksia. Semoga informasi ini bermanfaat.

No comments:

Post a Comment